BLOG.TRIBUNJUALBELI.COM - Kebutuhan akan tempat tinggal terus meningkat, sementara harga properti setiap tahun kian melambung.
Di tengah kondisi ini, banyak calon pembeli rumah mulai melirik alternatif pembelian seperti skema over kredit KPR, yang dianggap lebih terjangkau dan cepat dibandingkan membeli rumah baru secara langsung dari pengembang.
Over kredit KPR adalah proses pengalihan kepemilikan rumah dari pemilik lama kepada pihak baru, dengan meneruskan sisa cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang masih berjalan.
Meski terlihat praktis, proses ini tidak boleh dilakukan sembarangan.
Kesalahan prosedur bisa menimbulkan risiko hukum dan finansial yang cukup besar di masa depan.
Untuk menghindari hal tersebut, berikut ini empat langkah penting yang wajib ditempuh agar pembelian rumah secara over kredit berjalan aman, legal, dan menguntungkan:
Baca Juga : 5 Tips Penting Sebelum Membeli Rumah Bekas, Jangan Sampai Salah Pilih!
1. Periksa Legalitas Rumah dan Status KPR secara Menyeluruh
Langkah paling awal dan krusial dalam skema over kredit adalah melakukan verifikasi dokumen secara menyeluruh.
Hal ini penting untuk memastikan bahwa rumah yang akan dibeli benar-benar sah secara hukum dan tidak sedang dalam masalah.
Beberapa hal penting yang harus diperiksa yaitu sertifikat tanah, IMB (Izin Mendirikan Bangunan), Pajak PBB, Status KPR di bank.
Bisa juga ditanyakan langsung ke pihak bank dengan membawa surat kuasa dari pemilik.
Lebih baik lagi jika dilakukan pengecekan langsung ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk memastikan tidak ada sengketa, blokir, atau hak tanggungan lain atas rumah tersebut.
Jika ditemukan adanya masalah, pertimbangkan kembali untuk melanjutkan transaksi.
2. Gunakan Jasa Notaris atau PPAT untuk Perjanjian yang Sah
Agar transaksi over kredit memiliki kekuatan hukum yang jelas, wajib melibatkan notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Mereka berperan untuk menyusun dan melegalisasi berbagai dokumen penting seperti Akta Pengikatan Jual Beli (PPJB), Surat Kuasa untuk melanjutkan cicilan KPR ke bank atas nama penjual, dan perjanjian pengalihan hak milik yang akan dilaksanakan setelah cicilan lunas.
Pembuatan dokumen-dokumen ini bertujuan agar kedua belah pihak memiliki kepastian hukum.
Jika suatu saat terjadi sengketa, bukti tertulis ini bisa digunakan sebagai dasar hukum yang sah.
Hindari melakukan transaksi hanya berdasarkan kuitansi biasa atau perjanjian lisan, karena rentan menimbulkan masalah hukum.
Selain itu, notaris atau PPAT juga akan memastikan bahwa isi perjanjian adil bagi kedua belah pihak, dan tidak ada klausul yang memberatkan atau merugikan salah satu pihak.
Baca Juga : Mau Beli Rumah? Jangan Abaikan 8 Surat Resmi Ini
3. Laporkan ke Bank dan Lakukan Alih Debitur Jika Memungkinkan
Meskipun over kredit bisa dilakukan hanya dengan kesepakatan antara pembeli dan penjual, cara paling aman secara hukum adalah dengan melakukan alih debitur secara resmi ke bank pemberi KPR.
Dengan alih debitur, status peminjam di bank akan resmi berpindah ke pembeli, sehingga memiliki kepastian hukum dan hak yang penuh atas rumah tersebut.
Untuk mengajukan alih debitur, beberapa dokumen yang biasanya dibutuhkan bank antara lain yaitu fotokopi KTP dan Kartu Keluarga, slip gaji, NPWP, rekening koran 3 bulan terakhir, hasil BI Checking atau SLIK OJK.
Jika disetujui, bank akan membuat akad kredit baru atas nama debitur baru.
Proses ini memang memakan waktu dan ada biaya tambahan, tetapi memberikan perlindungan hukum dan jaminan kepemilikan yang lebih kuat.
Jika tidak memungkinkan, minimal pastikan pihak bank mengetahui dan memberikan persetujuan tertulis atas transaksi over kredit tersebut.
4. Buat Perjanjian Pembayaran yang Lengkap dan Tertulis
Salah satu risiko terbesar dari over kredit tanpa prosedur resmi adalah ketidaktertiban dalam urusan pembayaran.
Oleh karena itu, seluruh proses pembayaran harus dicatat dan disepakati secara tertulis.
Beberapa poin penting yang wajib tercantum dalam perjanjian yaitu jumlah uang muka, jumlah cicilan per bulan dan jangka waktu pelunasan, nomor rekening pembayaran, tanggal serah terima rumah, dan konsekuensi hukum jika salah satu pihak melanggar kesepakatan.
Bukti pembayaran, seperti transfer bank atau kuitansi bermaterai, juga harus disimpan dengan baik sebagai dokumentasi.
Semakin lengkap bukti dan dokumen yang disimpan, semakin kuat posisi hukum jika terjadi perselisihan di masa depan.
Jangan tergoda dengan proses cepat yang mengabaikan aspek legalitas.
Sedikit usaha dan biaya tambahan di awal akan memberikan perlindungan hukum yang sangat berharga di kemudian hari.
(Eno/TribunJualBeli.com)