0

5 Risiko Membeli Rumah dengan Skema KPR yang Sering Terlewat

Penulis: eno tjb
5 Risiko Membeli Rumah dengan Skema KPR yang Sering Terlewat

BLOG.TRIBUNJUALBELI.COM - Membeli rumah melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menjadi pilihan utama banyak orang karena menawarkan cara pembayaran yang lebih terjangkau dibandingkan membeli secara tunai.

Tenor panjang dan cicilan bulanan yang dianggap ringan sering membuat calon pembeli merasa lebih aman dan mampu mengatur keuangan.

Namun di balik kemudahan tersebut, terdapat sejumlah risiko yang tidak selalu disadari sejak awal.

Jika tidak dihitung secara matang, KPR justru dapat menimbulkan beban finansial yang lebih besar daripada yang diperkirakan.

Agar keputusan pembelian rumah semakin rasional dan terhindar dari kejutan di kemudian hari, memahami risiko-risiko ini menjadi langkah yang sangat penting:

Baca Juga : Melunasi KPR Dipercepat, Pemilik Rumah Bisa Rugi? Ini 4 Penjelasannya

1. Total Harga Rumah Membengkak Akibat Akumulasi Bunga KPR

Banyak calon pembeli hanya melihat cicilan bulanan tanpa memperhitungkan total pembayaran hingga akhir tenor.

Ryan Wastu
 
 
Dijual Rumah Baru Siap KPR Dekat SMPN 4 Kalasan Tipe 41 2KT 1KM - Sleman
Rp 515,000,000.00
di-yogyakarta

Dalam kenyataannya, harga rumah yang dibeli dengan skema KPR bisa meningkat signifikan karena akumulasi bunga.

Sistem anuitas atau bunga efektif yang diterapkan bank membuat porsi bunga lebih dominan pada tahun-tahun awal masa kredit.

Semakin panjang tenornya, semakin besar pula total bunga yang harus ditanggung.

Pada tenor 15 hingga 20 tahun, selisih total pembayaran bisa mencapai ratusan juta rupiah di atas harga rumah sebenarnya.

Dari luar, cicilan bulanan terlihat ringan, tetapi ketika dihitung secara keseluruhan, pembeli sebenarnya membayar harga rumah yang jauh lebih mahal.

Karena itu, memahami struktur bunga sangat penting sebelum memutuskan mengambil KPR.

2. Risiko Naiknya Suku Bunga Floating Setelah Masa Fixed Berakhir

Risiko Naiknya Suku Bunga Floating Setelah Masa Fixed Berakhir

Pada awal pengajuan KPR, banyak bank menawarkan suku bunga tetap atau fixed rate sebagai daya tarik kepada calon nasabah.

Masa fixed ini biasanya berlangsung antara satu hingga lima tahun.

Setelah periode tersebut berakhir, suku bunga akan berubah menjadi floating dan mengikuti kondisi pasar.

Risiko terbesar terjadi ketika suku bunga acuan naik karena cicilan bulanan ikut meningkat.

Perubahan ini dapat memengaruhi stabilitas keuangan rumah tangga, terutama jika kenaikannya cukup besar.

Cicilan yang semula terasa ringan bisa berubah menjadi beban yang jauh lebih berat.

Risiko fluktuasi bunga inilah yang sering tidak diperhitungkan, padahal dampaknya dapat dirasakan hingga bertahun-tahun setelah masa fixed selesai.

3. Banyaknya Biaya Tambahan yang Membuat Dana Awal Semakin Besar

Baca Juga : Mengapa Pelunasan KPR Lebih Cepat Menguntungkan bagi Pemilik Rumah? Ini 5 Alasannya

Mengajukan KPR tidak hanya soal uang muka dan cicilan bulanan.

Ada serangkaian biaya tambahan yang muncul di awal proses pengajuan dan sering kali terlewat dalam perhitungan calon pembeli.

Biaya provisi, administrasi, appraisal, notaris, asuransi jiwa, asuransi kebakaran, hingga BPHTB menjadi komponen biaya yang harus dipenuhi.

Masing-masing biaya ini dapat mencapai angka yang cukup besar, sehingga jika dijumlahkan, totalnya bisa mencapai lima hingga sepuluh persen dari harga rumah.

Banyak orang baru menyadari hal ini saat proses pengajuan sudah berjalan jauh, sehingga persiapan dananya kurang optimal.

Kewajiban membayar seluruh biaya tambahan ini membuat dana awal yang diperlukan tidak kecil, meskipun skema pembayaran rumah menggunakan cicilan.

4. Potensi Risiko Penyitaan Rumah saat Kredit Macet

Potensi Risiko Penyitaan Rumah saat Kredit Macet

Karena KPR merupakan pinjaman jangka panjang, kondisi keuangan seseorang dapat berubah kapan saja selama masa cicilan.

Kehilangan pekerjaan, penurunan pendapatan, atau kebutuhan mendadak dapat membuat cicilan tertunggak.

Jika tunggakan berlangsung lama dan tidak ada penyelesaian dengan pihak bank, penyitaan rumah dapat menjadi konsekuensi paling berat.

Dalam situasi seperti ini, pembeli tidak hanya kehilangan rumah tetapi juga kehilangan uang yang sudah dibayarkan selama bertahun-tahun sebelumnya.

Risiko kredit macet sering kali dianggap jauh dari kenyataan, padahal secara legal bank memiliki hak penuh atas properti selama cicilan belum lunas.

Karena itu, kemampuan finansial jangka panjang harus menjadi pertimbangan utama sebelum mengajukan KPR, bukan hanya kemampuan membayar cicilan dalam waktu dekat.

5. Nilai Properti yang Tidak Selalu Naik Setiap Tahun

Banyak orang membeli rumah dengan harapan bahwa nilai properti akan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Ryan Wastu
 
 
Dijual Rumah Murah, Tipe 70, 3kt, 2km, Shm, Pbg, Bisa Kpr, Di Kalasan, Sleman - Yogyakarta
Rp 700,000,000.00
di-yogyakarta

Namun kenyataannya, pertumbuhan harga rumah tidak selalu stabil dan dapat dipengaruhi banyak faktor.

Lokasi yang kurang strategis, minimnya fasilitas publik, akses yang sulit, atau lambatnya perkembangan wilayah dapat membuat kenaikan harga menjadi stagnan.

Dalam beberapa kasus, nilai properti bahkan bisa turun jika lokasi dinilai kurang menarik atau terjadi perubahan kondisi lingkungan.

Ketika nilai rumah tidak meningkat sesuai harapan, beban cicilan KPR terasa semakin berat karena aset tidak berkembang.

Kondisi ini sering tidak diperhitungkan pada awal pembelian karena fokus lebih tertuju pada proses memiliki rumah, bukan pada potensi nilai investasinya di masa depan.

Dengan memahami seluruh risiko tersebut, keputusan membeli rumah melalui KPR dapat diambil dengan lebih bijak dan sesuai kondisi finansial jangka panjang.

(Eno/TribunJualBeli.com)