BLOG.TRIBUNJUALBELI.COM - Membangun rumah baru adalah sebuah pencapaian besar yang membutuhkan biaya, waktu, dan tenaga tidak sedikit.
Namun, tidak jarang pemilik rumah dibuat kecewa karena dinding rumah yang masih baru justru sudah menunjukkan tanda-tanda retakan.
Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran, apalagi jika retakan cukup lebar atau muncul di banyak bagian.
Retakan dinding tidak hanya merusak keindahan tampilan rumah, tetapi juga bisa menjadi tanda adanya masalah struktural yang berpotensi membahayakan kekuatan bangunan dalam jangka panjang.
Banyak orang menganggap retakan dinding rumah baru sebagai hal wajar, padahal ada berbagai faktor penyebab yang bisa dihindari jika pembangunan dilakukan dengan lebih teliti.
Untuk memahami masalah ini, berikut enam faktor utama yang sering menyebabkan dinding rumah baru retak:
Baca Juga : 10 Hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Mengecat Dinding Rumah
1. Kualitas Material yang Digunakan Kurang Baik
Material adalah fondasi utama dalam sebuah pembangunan.
Jika material yang digunakan tidak memenuhi standar, maka daya tahan dinding akan jauh berkurang.
Misalnya, penggunaan bata merah yang rapuh atau berlubang, pasir yang bercampur tanah, semen kualitas rendah, atau bahkan besi tulangan yang tidak sesuai spesifikasi.
Kombinasi material buruk ini akan membuat ikatan antarbagian dinding lemah sehingga mudah retak ketika menerima tekanan kecil sekalipun.
Selain itu, cat pelapis atau plesteran dengan kualitas rendah juga tidak mampu menahan perubahan suhu atau kelembapan.
Akibatnya, dinding akan cepat mengalami retakan rambut, mengelupas, hingga menimbulkan rongga kecil.
Karena itu, memilih material bangunan yang sudah teruji sangatlah penting, meskipun harganya sedikit lebih tinggi.
2. Campuran Adukan yang Tidak Tepat
Kesalahan pada perbandingan campuran semen, pasir, dan air sering menjadi penyebab utama retaknya dinding rumah baru.
Campuran yang terlalu banyak pasir membuat dinding rapuh, sementara campuran dengan semen terlalu dominan menjadikan dinding kaku dan mudah retak saat terjadi penyusutan.
Takaran standar yang umum digunakan adalah 1 bagian semen dan 3–5 bagian pasir, tergantung kebutuhan konstruksi.
Jika adukan dibuat secara asal atau tidak diaduk rata, maka daya ikatnya melemah.
Retakan biasanya muncul tidak lama setelah plesteran kering atau saat terjadi perubahan cuaca ekstrem.
3. Proses Pengerjaan yang Kurang Rapi
Selain material dan adukan, teknik pengerjaan juga sangat menentukan kualitas dinding.
Jika pemasangan bata tidak lurus, celah adukan terlalu lebar, atau tidak ada waktu jeda antarproses, dinding menjadi lebih rawan retak.
Banyak tukang yang terburu-buru ingin cepat menyelesaikan pekerjaan sehingga tidak menunggu lapisan bawah benar-benar kering sebelum melanjutkan lapisan di atasnya.
Hal ini membuat beban dinding tidak terdistribusi dengan baik.
Retakan yang muncul biasanya berbentuk vertikal atau horizontal mengikuti garis sambungan bata.
Plesteran yang dikerjakan terlalu cepat tanpa perataan juga sering menyebabkan retakan rambut.
Maka, kerapian dan kesabaran dalam pembangunan mutlak diperlukan agar dinding lebih kokoh dan awet.
4. Perubahan Struktur Tanah
Baca Juga : Bikin Rumah Lebih Artistik dengan 5 Trik Menghias Dinding
Faktor eksternal yang sering luput dari perhatian adalah kondisi tanah.
Rumah yang dibangun di atas tanah labil, bekas rawa, atau tanah yang sering bergerak berisiko mengalami penurunan pondasi.
Pergeseran pondasi sekecil apa pun dapat memberikan tekanan besar pada dinding hingga akhirnya retak.
Jenis retakan akibat tanah biasanya berbentuk diagonal, dimulai dari sudut pintu atau jendela ke arah bawah.
Kondisi ini cukup serius karena mengindikasikan adanya masalah struktural pada pondasi.
Jika tidak segera diatasi, retakan bisa semakin melebar dan melemahkan kekuatan bangunan.
Oleh karena itu, sebelum membangun rumah, analisis tanah dan pondasi harus dilakukan dengan benar oleh tenaga ahli.
5. Penyusutan Material Bangunan
Setelah rumah selesai dibangun, material bangunan seperti semen, beton, dan plester akan mengalami proses penyusutan alami.
Air yang terkandung di dalamnya menguap secara bertahap, menyebabkan material sedikit menyusut.
Proses ini biasanya berlangsung dalam beberapa minggu hingga bulan pertama setelah pembangunan selesai.
Dampaknya adalah muncul retakan rambut atau garis tipis di permukaan dinding.
Retakan ini umumnya tidak berbahaya, tetapi jika tidak ditangani bisa meluas karena terpapar hujan, panas, dan kelembapan.
Perawatan dengan cat pelapis anti air atau penggunaan sealant khusus bisa membantu mencegah kerusakan lebih parah.
6. Beban Berlebih pada Dinding
Tidak semua dinding rumah didesain untuk menopang beban berat.
Ada dinding struktural yang berfungsi sebagai penahan beban bangunan, dan ada pula dinding non struktural yang hanya berfungsi sebagai sekat ruangan.
Jika dinding non struktural diberi beban besar seperti lemari gantung, televisi tempel, atau rak besi, tekanan tambahan bisa menimbulkan retakan.
Bahkan pada dinding struktural, beban berlebih atau salah penempatan juga bisa menyebabkan masalah.
Retakan biasanya muncul di sekitar area pemasangan baut, sekrup, atau titik tumpuan beban.
Oleh karena itu, penting untuk memahami fungsi masing-masing dinding sebelum menempatkan perabot atau beban di atasnya.
Rumah pun akan lebih kokoh, aman, dan nyaman dihuni tanpa kekhawatiran retakan di kemudian hari.
(Eno/TribunJualBeli.com)