TRIBUNJUALBELI.COM - Kerajinan tangan merupakan karya seni yang dibuat dari bahan sederhana diubah menjadi barang yang memiliki nilai jual.
Terdapat hasil kerajinan tangan atau souvenir yang khas dari Aceh.
Pengrajin tas ini berada di Desa Ulee Madon, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, Aceh.
Saat pandemi Cobid-19 tahun lalu, mengakibatkan daya beli kerajinan ini menurun drastis.
Para pengrajin pun berusaha hingga kini agar kerajinan ini tidak punah.
BACA JUGA : Kerajinan Tenun Asli Outwear Zara Maxy LD 100cm Fit to XL - Jepara
BACA JUGA : Kerajinan Gelang Batu Alam Eye Tiger Warna Unik Tali Elastis - Medan
Padahal sebelum pandemi, pasar mereka mulai tembus ke mancanegara.
Aneka kerajinan motif Aceh itu diproduksi mulai dari bentuk tas, dompet, koper, hingga sajadah.
Desa itu satu-satunya lokasi perajin tas jenis ini.
Pemilik rumah produksi Putroena Souvenir Maryana, Sabtu (25/9/2021) kepada sejumlah wartawan menyebutkan, saat ini dirinya memiliki 50 pekerja.
Sebagian besar bekerja di rumah selama pandemi.
Produksi tas sempat anjlok dan mulai membaik
Tahun 2020, produksi tas anjlok. Semua pesanan dibatalkan.
Memasuki tahun kedua ini, kondisi mulai membaik. "Dulu semua dibatalkan. Sekarang mulai bagus lagi, walau belum normal.
Misalnya, sekarang per hari kita produksi sudah sampai 150 tas. ahun pertama pandemi bahkan tidak ada produksi sama sekali,” kata Maryana.
Meski pandemi, kini dia bisa meraup untung Rp 150 juta per bulan. Harga jual variasi tergantung ukuran tas. Mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Model yang diproduksi seperti pinto Aceh, aan meucanek, dan pucok reubong. “Termurah itu tas tangan Rp 30 ribu per tas,” katanya.
BACA JUGA : Kerajinan Kain Tenun Ikat Banket Motif Etnik Nusantara - Tangerang Selatan
BACA JUGA : Kerajinan Kursi Kayu Jati Asli Bonus Bantal Motif Bisa Custom - Yogyakarta
Mayoritas penjualan dilakukan secara online. Mereka memasang nomor telepon di market place pada nomor 0813 6011 2235.
“Semoga pandemi segera berakhir,” katanya. Kepala Desa Ulee Madon, Salahuddin menyebutkan saat ini sebanyak 17 kelompok masyarakat memproduksi tas motif Aceh di desa itu.
“Total ada 500 pengrajin,” tutur Salahuddin.
Dia mengapresiasi penyesuaian yang dilakukan oleh pengrajin saat pandemi. Penjualan online dan menjaga kualitas menjadi kunci bertahan era pandemi.
Dia juga berharap agar dibuat hak paten oleh pemerintah. “Kalau sampai hak paten, itu agak sulit bagi warga saya.
Maka, ini bisa dibantu pemerintah. Jadi motif dan lain-lain dibantu merek dagang dan patennya sekaligus,” tutur Salahuddin.
Kini, perajin terus bertahan, menyesuaikan diri dengan kondisi pandemi. Harapan mereka melambung agar pandemi segera berakhir di seluruh negeri.