TRIBUNJUALBELI.COM - Dunia media sosial kembali heboh. Sosok Gilang, yang merupakan mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Surabaya menjadi pusat perhatian karena dituding menjadi pelaku pelecehan seksual.
Namun, pola pelecehan yang muncul kali ini berbeda.
Gilang dinilai memiliki fetish membungkus orang lain dengan kain jarik atau kain batik, hingga kain tersebut menutupi seluruh tubuh korban.
Itulah kenapa, saat ini sosoknya disebut sebagai "Gilang Bungkus Jarik".
BACA JUGA :
Gak Perlu Takut Kepoin Doi, Ini 2 Trik Jitu Melihat Status WhatsApp Orang Lain Tanpa Ketahuan
DIY Masker Air Mawar Ini Bisa Hilangkan Mata Panda dalam Sekejap
Gilang menghubungi para korbannya yang mayoritas merupakan mahasiswa tingkat awal, melaui media sosial.
Lalu, dengan kedok ingin melakukan penelitian ilmiah, Gilang memaksa lawan bicaranya untuk membungkus seluruh tubuhnya dengan kain jarik, setelah sebelumnya kaki, tangan, mata, serta telinga korban diinstruksikan untuk ditutup menggunakan lakban.
Lalu saat permintaannya tidak dikabulkan, pria itu mulai mengeluarkan ancaman dan pemaksaan pada korban.
Fetish biasa dimiliki oleh seseorang yang tertarik dengan benda-benda non seksual.
Misalnya, bagaimana seseorang merasa bergairah saat melihat sepatu berhak tinggi atau melihat celana dalam yang sedang dijemur.
Fetish disebut sebagai sesuatu yang wajar, mengingat hal ini adalah variasi dalam aktivitas seksual.
Umumnya, fetish dengan benda apapun tidak menjadi masalah selama tidak merugikan orang lain
“Kalau dalam istilah kesehatan mental ya, fetish tidak menimbulkan penderitaan dan tidak menimbulkan gangguan fungsi,” kata dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ kepada Kompas.com saat dihubungi, Jumat (31/7/2020).
Namun Andreas mengatakan bahwa fetish bukanlah penyakit yang bisa disembuhkan.
“Fetish bukan penyakit yang bisa disembuhkan. Itu kan ketertarikan kita, (misalnya) oh saya suka yang lebih muda atau yang lebih tua, saya suka yang pakai seragam ini. Itu kan bukan suatu penyakit,” ujarnya.
BACA JUGA :
Suhu Terasa Dingin Akhir-akhir Ini, Begini 4 Cara Menghindari Kulit Menjadi Kering dan Tetap Sehat
3 Benda Ini Menjadi Penyebab yang Membuat Ruang Tamu Terlihat Berantakan, Bereskan Segera
Yang disebut gangguan
Untuk kasus fetish kain jarik yang dilakukan Gilang, Andreas mengatakan menyebabkan kerugian bagi korban karena ada pemaksaan dan tidak adanya persetujuan.
Suatu kondisi disebut gangguan kalau sudah menimbulkan penderitaan dan gangguan fungsi.
“Dalam hal ini dia jelas sudah menimbulkan penderitaan, baik bagi dirinya, maupun orang lain. Yang kedua, dia membuat jadi gangguan fungsi, apa gangguannya? Ya itu sudah mengganggu relasinya dengan sesama manusia,” kata Andreas.
Pada kondisi tersebut Andreas menyarankan untuk mencari pertolongan psikiater atau psikolog agar bisa mengontrol gairahnya.
“Supaya dia berfungsi kembali untuk berelasi dengan orang secara aman dan nyaman,” ujar psikiater dari RS Eka Hospital Bekasi ini.
Menurutnya, tidak tepat jika kita langsung menilai seseorang jahat atau tidak beretika hanya berdasarkan fetishnya.
"Mungkin dia pun menyadari ini sudah mengganggu dia tapi dia tidak tahu bagaimana cara mengendalikannya,” imbuhnya.
BACA JUGA :
Jangan Anggap Sebagai Limbah, Ternyata Air Sisa Rebusan Mie Instan Juga Banyak Manfaatnya
Perhatikan 3 Hal Ini Sebelum Membeli Handuk Baru, Jangan Lupa Cek Ketebalannya
Fetish sebenarnya bisa diterapkan bersama pasangan dengan kesepakatan.
Seperti saat sorang suami menginginkan agar sang istri memakai busana tertentu untuk saat berhubungan seksual.
Bila sang istri menyetujuinya, maka fetish suami bisa dilakukan.
Sebaliknya, fetish tidak boleh dilakukan bila pasangan tidak memberikan izin.
“Ketika terjadi paksaan, enggak ada konsensual, ini bisa dibilang sesuatu yang enggak benar, itu yang jadi poin utamanya,” ucapnya.
Lalu bagaimana sebaiknya menyikapi fetish yang dimiliki pasangan? Menurut Andreas, sebaiknya hal ini dikomunikasikan.
“Komunikasikan tentang ini apa yang dimau oleh satu pihak dan pihak yang lain menerima atau menyetujui sampai sejauh mana,” kata Andreas. (Kompas.com/Dian Reinis Kumampung)
Artikel ini sudah tayang di laman Kompas.com dengan judul Dokter Kejiwaan Sebut Fetish Bukan Penyakit