zoom-in lihat foto Wabah Mematikan di Indonesia, Berikut 10 Hal Tentang Penyakit Difteri yang Wajib Kamu Tahu, dari Penyakit Kuno hingga Tak Ditanggung BPJS
Diphteria | Free Malaysia Today

TRIBUNJUALBELI.COM - Wabah penyakit difteri yang melanda Indonesia di penghujung tahun 2017 ini ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

Berbeda dengan tahun sebelumnya, dilansir dari Kompas.com, wabah penyakit difteri tahun ini tak hanya menyerang anak-anak saja, tetapi juga orang dewasa.

Diberitakan bahwa korban penyakit difteri tahun ini paling muda berusia 3,5 tahun dan paling tua 45 tahun.

Difteri sendiri merupakan penyakit yang diakibatkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae dan Corynebacterium ulcerans yang menyerang jaringan dalam saluran pernapasan.

Cirinya adalah terbentuknya membaran berwarna kelabu pada area tenggorokan yang berlapis lendir pekat.

Membran ini menyebabkan si penderita mengalami batuk berat disertai rasa sesak yang dapat berujung kematian.

Nah, untuk mengetahui lebih dalam tentang penyakit ini, dilansir dari berbagai sumber, berikut 10 hal seputar difteri yang wajib diketahui untuk bisa mencegah kedepannya tidak ada lagi wabah serupa:

1. Difteri merupakan penyakit kuno

Sebenarnya, difteri bukanlah penyakit baru.

Penyakit ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan telah mewabah di banyak negara.

2 dari 4 halaman

Difteri disebut sebagai penyakit masa lalu sejak difteri diperkenalkan pada tahun 1920-an dan 1930-an.


Namun, penyakit kuno ini kembali mewabah lagi pada tahun 2017.

Kondisi ini semakin mengkhawatirkan karena banyaknya orang tua yang enggan memberikan imunisasi pada anak.

Selain Indonesia, negara lain yang terserang wabah penyakit difteri pada tahun ini adalah Bangladesh dan Yaman.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun telah mengirimkan antitoksin untuk kedua negara tersebut.

2. Wabah difteri di Indonesia telah dilaporkan di 20 provinsi, KLB di 11 provinsi

Dilansir dari CNN, Kementerian Kesehatan telah mencatat bahwa sampai November 2017, ada 95 Kab/kota dari 20 provinsi melaporkan kasus Difteri.

Sementara pada kurun waktu Oktober-November 2017, Kemenkes mencatat ada 11 provinsi yang melaporkan terjadinya kejadian luar biasa (KLB) difteri di wilayah kabupaten/kotanya.

Kesebelas provinsi tersebut yaitu Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur.

Jawa Timur disebutkan menempati provinsi paling banyak kasus difteri, diikuti DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.

3 dari 4 halaman

3. Tak hanya serang anak-anak, difteri juga serang orang dewasa

Penyakit difteri pada umumnya menyerang anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih lemah.

Namun, bukan berarti orang dewasa tidak bisa tertular sama sekali.


Jika anak-anak umumnya tertular karena sistem imunitasnya yang masih lemah, orang dewasa tertular karena kontak yang intens dengan pengidap difteri.

4. Pola penyebaran penyakit difteri

Bakteri pertama-tama akan menempel pada lapisan sistem pernafasan dan menghasilkan racun yang akan membunuh jaringan sehat.

Hal ini dilakukan dengan cara mencegah sel menciptakan protein.

Setelah beberapa hari, bakteri ini dapat membunuh begitu banyak sel sehingga jaringan yang mati tadi membentuk lapisan keabu-abuan di hidung dan tenggorokan.

Akibatnya, seseorang yang terinfeksi difteri akan sulit bernafas dan menelan.

Jika racun masuk ke aliran darah, maka difteri dapat ditransfer menuju organ vital seperti jantung dan ginjal.

4 dari 4 halaman

Pada akhirnya, penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan saraf, kelumpuhan, dan gagal napas.

Menariknya, ada dua lapisan infeksi yang terjadi di sini.

Di balik bakteri yang menginfeksi manusia, ada virus yang menginfeksi bakteri tersebut sehingga menciptakan toksin.

5. Gejala terserang penyakit difteri

Gejala paling terlihat adalah adanya selaput putih tebal di tenggorokan atau di hidung, apalagi disertai leher bengkak.


Bisa jadi itu difteri, dan walaupun belum tentu, akan lebih baik diperiksa dulu untuk dibuktikan.
Jika mendapati gejala itu, ada baiknya segera dibawa ke puskesmas, atau RS terdekat.

6. Pengobatan penyakit difteri

Jika terbukti terserang difteri, maka seseorang mesti dirawat inap, lalu diberi antibiotik.

Yang bahaya kalau kuman tersebut mengeluarkan racun atau toksin yang merusak fungsi jantung dan saraf.

Yang terkena difteri harus diisolasi selama dua minggu, dan semua yang di sekitarnya patut diperiksa juga.

Bagi yang mengalami kontak langsung dengan pendeita difteri, harus segera diimunisasi.

Imunisasi untuk cegah difteri ini mesti diulang setiap 10 tahun.

7. Resiko kematian pasien difteri

Tanpa pengobatan, penyakit difteri bisa saja menyebabkan kematian.

Namun, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di AS, meski seseorang dengan difteri telah mendapatkan pengobatan, dia masih berpeluang meninggal.

Rasionya yakni satu dari 10 orang untuk dewasa dan satu dari lima untuk anak balita.

Sementara orang yang tidak mendapat pengobatan, peluang meninggalnya satu dari dua pasien.


8. Turunnya minat imunisasi masyarakat

Dilansir dari CNN, Direktur Surveilans dan Karantina Kementerian Kesehatan, Jane Soepardi mengatakan telah terjadi penurunan minat orangtua melakukan imunisasi pada anaknya dalam kurun waktu dua hingga tiga tahun terakhir.

Pengaruh media sosial juga dinilainya cukup besar sehingga ketika ada yang anti-vaksin, yang lainnya ikut-ikutan.

Menurunnya minat akan imunisasi ini turut menjadi faktor penyebab merebaknya wabah difteri di berbagai provinsi.

9. Tindakan Kemenkes atasi penyakit difteri

Dilansir dari Kompas, mulai hari Senin (11/12/2017), Kemenkes telah melakukan imunisasi ulang atau Outbreak Response Immunization (ORI) di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Ketiga provinsi itu dipilih sebagai tempat pertama ORI karena jumlah prevalensi yang tinggi dan jumlah kepadatan masyarakat.

10. Pasien Difteri tidak ditanggung BPJS

Para pasien difteri yang saat ini menjalani perawatan tidak ditanggung oleh BPJS.

Ini terjadi setelah ditetapkannya status kejadian luar biasa (KLB) oleh pemerintah daerah masing-masing.

Dilansir dari Kompas.com, sebelum ada status KLB pembayaran tergantung penggunaan, apakah dia masuk dengan BPJS atau umum.

Setelah penetapan KLB artinya semua dibiayai pemda sebagai pasien kelas 3, bukan BPJS lagi. (*)

Selanjutnya