BLOG.TRIBUNJUALBELI.COM - Mewarisi sebidang tanah dari orang tua atau kerabat bisa menjadi anugerah tersendiri.
Namun, tidak semua tanah warisan telah memiliki sertifikat resmi.
Banyak masyarakat yang menerima warisan berupa tanah hanya berbekal bukti kepemilikan sederhana seperti girik, petok D, atau letter C.
Kondisi ini seringkali memicu konflik antar ahli waris atau bahkan menjadi penghambat ketika tanah tersebut ingin dijual, diagunkan, atau dimanfaatkan secara legal.
Sertifikat tanah merupakan bukti sah kepemilikan yang diakui secara hukum.
Oleh karena itu, penting untuk segera mengurus tanah warisan yang belum bersertifikat agar status hukumnya menjadi jelas dan terlindungi.
Berikut adalah enam cara resmi yang dapat dilakukan untuk mengurus tanah warisan yang belum bersertifikat:
Baca Juga : Pastikan Aman! 3 Cara Mengecek Tanah Bermasalah atau Tidak dengan Cepat
1. Verifikasi Status Tanah dan Kepemilikannya
Langkah pertama adalah memastikan bahwa tanah tersebut memang merupakan warisan dari pemilik sebelumnya.
Hal ini bisa dilakukan dengan mengecek bukti-bukti kepemilikan yang dimiliki, seperti girik, petok D, letter C, atau dokumen lain yang menunjukkan riwayat tanah.
Selain itu, penting juga untuk mengetahui apakah tanah tersebut sedang dalam sengketa atau tidak.
Apabila terdapat potensi konflik, sebaiknya selesaikan terlebih dahulu secara kekeluargaan atau melalui jalur hukum.
Identifikasi juga siapa saja ahli waris yang sah menurut hukum yang berlaku, baik hukum waris Islam, adat, maupun perdata.
Ini penting untuk memastikan bahwa proses pengurusan tanah tidak menimbulkan perselisihan di kemudian hari.
2. Membuat Surat Keterangan Ahli Waris

Setelah status tanah dan ahli waris diketahui, tahap berikutnya adalah membuat Surat Keterangan Ahli Waris.
Surat ini menjadi dasar hukum untuk proses pewarisan dan diperlukan dalam berbagai tahapan pengurusan berikutnya.
Jika pewaris merupakan Warga Negara Indonesia, surat ini bisa dibuat melalui kelurahan dan disahkan oleh camat.
Namun, jika terdapat unsur yang lebih kompleks, misalnya jumlah ahli waris yang banyak atau nilai tanah yang cukup besar, sebaiknya surat ini dibuat melalui notaris agar memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat.
3. Melakukan Pembagian Warisan dan Menyusun Akta Pembagian Hak Bersama
Baca Juga : 5 Hal Penting yang Harus Diperhatikan Sebelum Membeli Tanah Kosong
Setelah ahli waris ditentukan, tanah bisa dibagi sesuai kesepakatan bersama.
Apabila semua pihak sepakat, maka bisa dibuat Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) di hadapan notaris.
Akta ini sangat berguna ketika ingin mencatatkan kepemilikan atas nama masing-masing ahli waris atau apabila ada pihak yang ingin menjual bagian tanahnya.
Namun, jika pembagian tidak dilakukan secara fisik atau belum disepakati, maka tanah akan tercatat sebagai milik bersama.
Dalam kondisi ini, semua tindakan hukum terkait tanah harus disetujui oleh seluruh ahli waris.
4. Mendaftarkan Tanah ke Kantor Pertanahan (BPN)

Tanah yang belum memiliki sertifikat harus didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat untuk mendapatkan sertifikat hak milik (SHM) melalui proses pendaftaran tanah pertama kali.
Proses ini membutuhkan sejumlah dokumen, di antaranya Surat Keterangan Ahli Waris, Akta Pembagian Hak Bersama, bukti riwayat kepemilikan seperti girik atau letter C, surat penguasaan fisik tanah, fotokopi KTP dan KK seluruh ahli waris, surat pernyataan tidak sengketa yang ditandatangani di atas materai, dan surat pengesahan riwayat tanah dari kelurahan.
Petugas BPN akan melakukan pengukuran dan pemeriksaan ke lapangan sebelum menerbitkan sertifikat.
Jika tidak ada permasalahan hukum, sertifikat dapat diterbitkan dalam waktu tertentu sesuai prosedur di daerah masing-masing.
5. Melunasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Dalam proses balik nama tanah warisan, ahli waris tetap dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Meskipun tanah diperoleh secara cuma-cuma dari warisan, BPHTB tetap wajib dibayarkan jika nilai tanah melebihi ambang batas Nilai Tidak Kena Pajak (NTP) yang telah ditentukan pemerintah daerah.
Perhitungan BPHTB biasanya sebesar 5% dari nilai pasar tanah setelah dikurangi NTP.
Agar tidak salah dalam penghitungan dan pelaporan, sebaiknya konsultasikan dengan petugas pajak, notaris, atau pejabat pembuat akta tanah (PPAT).
Bukti pelunasan BPHTB menjadi salah satu syarat dalam proses balik nama sertifikat.
6. Melakukan Balik Nama Sertifikat ke Nama Ahli Waris

Setelah sertifikat tanah berhasil diterbitkan, proses selanjutnya adalah mengurus balik nama sertifikat ke nama para ahli waris.
Jika pembagian warisan sudah dilakukan secara merata dan disepakati, maka bisa dilakukan pemecahan sertifikat.
Namun, apabila tanah masih dianggap sebagai milik bersama, maka semua nama ahli waris akan dicantumkan dalam satu sertifikat.
Proses balik nama ini dilakukan di Kantor Pertanahan dengan melampirkan dokumen pendukung, seperti salinan sertifikat, surat keterangan ahli waris, APHB jika ada, dan bukti pembayaran BPHTB.
Setelah proses ini selesai, tanah warisan akan tercatat secara resmi atas nama ahli waris yang sah.
Jika mengalami kesulitan dalam prosesnya, bantuan dari notaris atau petugas pertanahan dapat menjadi solusi yang tepat untuk memastikan setiap tahapan dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
(Eno/TribunJualBeli.com)
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!