zoom-in lihat foto Anak Masih Suka Mengompol di Atas Umur 5 Tahun? Lakukan Cara Ini Agar Dia Berhenti Ngompol
Anak Masih Suka Mengompol? Lakukan Cara Ini Agar Dia Berhenti Ngompol. No 3 Jarang Dilakukan

TRIBUNJUALBELI.COM - Menurut studi di Amerika, sekitar 15 persen anak-anak berusia 5 tahun atau lebih, benar-benar berhenti mengompol.

Lantas bagaimana si Kecil kamu? apakah masih ngompol?

Sebetulnya mengompol itu bukan masalah sampai si kecil berumur 5 tahun lho, terang dr. Janjua, studying Amerika.

Akan tetapi, jika anak masih mengompol ketika usia sudah lebih dari 5 tahun, sebaiknya segera konsultasikan ke dokter anak.

Masalahnya bisa saja dijumpai masalah di kandung kemihnya.

BACA JUGA: Bisa Jadi Gejala Penyakit Berbahaya, Waspadalah Jika Anak Berkeringat Saat Tidur

Kandung kemih anak yang belum matang, mengakibatkan anak lebih dari 5 tahun mengompol.

Selain itu, menurutnya anak yang masih mengompol ada kemungkinan karena punya riwayat mengompol di keluarga.

Anak laki-laki pun biasanya memiliki risiko dua kali lipat lebih besar dalam mengompol dibandingkan anak perempuan, lanjutnya.

Namun jangan khawatir, Halima Janjua, MD, seorang pediatric nephrologist dan Audrey Rhee, MD, seorang pediatric urologist memberikan beberapa cara agar anak bisa berhenti mengompol

2 dari 4 halaman

Simak yuk caranya!l mungkin agak sedikit sulit namun akan menjadi efektif setelah mulai terbiasa.

1. Memotivasi si kecil

Berikan reward berupa pujian ketika si kecil taat pada proses, apalagi menunjukkan hasil yang konsisten dan berprogres.



Jadikan Si Kecil merasa nyaman dengan kemajuan dengan sukses secara konsisten.

2. Jangan gunakan hukuman

Kemarahan moms, apalagi berbagai hukuman tidak akan membantu anak untuk belajar.

Pada prosesnya, psikis anak sangat penting dan tidak perlu melibatkan konflik.

3. Hindari haus yang berlebihan

Biasakan si kecil membawa minum setiap pergi ke sekolah, agar mereka dapat minum ketika haus di siang hari.

Hal ini untuk menghindari kehausan berlebihan sepulang sekolah.

3 dari 4 halaman

BACA JUGA: Anak Kecil Bisa Terkena Diabetes, Simak Penyebab, Gejala dan Cara Mencegahnya

4. Pergeseran waktu untuk minum

Tingkatkan asupan cairan di pagi hingga siang hari, kurangi saat menjelang malam hari.

5. Jadwalkan ke kamar mandi

Jadikan si kecil melakukan jadwal buang air kecil yang teratur (setiap dua atau tiga jam) dan tepat sebelum tidur.

Si Kecil harus dibiasakan, di awal kalau kebelet pipis harus langsung pergi ke kamar mandi.

6. Jangan bangunkan anak untuk buang air kecil

Sengaja membangunkan anak ketika sudah tidur, terutama denan cara memaksa dapat menyebabkan anak frustasi.

Anak pun akan lebih banyak tidur dari biasanya.

7. Pertimbangkan masalah konstipasi atau pencernaan anak

4 dari 4 halaman

Karena rektum berada tepat di belakang kandung kemih, kesulitan sembelit bisa menjadi masalah kandung kemih, terutama di malam hari.

Hal ini memengaruhi sebanyak sepertiga anak yang mengompol.



Mendidik Anak Seperti Ini Sudah Tak Mempan Lagi Bagi Anak Jaman Now

Kemajuan teknologi dan cara berkomunikasi terus berubah, demikian juga seharusnya pola asuh orangtua.

Mengajari anak dengan cara memberi nasihat atau pun interogasi dianggap tak cocok lagi bagi anak di era modern ini.

Dikutip dari Kompas.com, Najelaa Shihab, pakar pendidikan dan parenting, menjelaskan, dua cara itu tak lagi efektif sebagai bentuk komunikasi kepada anak, sebab tak akan sampai tujuan hingga dapat membuat masalah-masalah baru.

Sebagai gantinya, Najelaa menyarankan agar orangtua memilih menceritakan pengalaman agar pesan bisa sampai pada anak.

Pengalaman itu bisa milik pribadi atau orang lain, seperti pengalaman terlambat ke sekolah dulu karena keasyikan nonton film hingga larut malam.

Hal itu lebih baik daripada langsung dinasihati.

“Sama enggak pesannya? Sama, (hanya) caranya beda. Lewat bercerita lebih efektif membuka komunikasi, satu lagi lagi enggak efektif (langsung nasihat),” kata Najelaa dalam acara Wardah Beauty to Share di Jakarta, Rabu (20/12).

Menggali informasi dengan cara interogasi dianggap tak efektif karena akan memperkeruh dan membuat masalah baru lagi, misalnya anak menjadi berbohong untuk menghindari tekanan.

Najelaa tak memungkiri bahwa interogasi kepada anak masih dianggap cara terbaik untuk menekan anak, termasuk saat buah hati melakukan kesalahan.

Najelaa mencontohkan pernah mendapati sang anak tidak latihan renang.



Bukannya menginterogasi dan berpura-pura tidak tahu anak bolos berenang, dia memilih untuk langsung menyatakan ‘ibu tadi ke kolam renang, tapi kamu tidak ada ke sana’.

Ungkapan jujur ini penting, karena jawaban sang anak pun akan jujur. “Karena saya pilih jujur dan bilang saya ke sana, dia akan jujur juga.”

“Kalau interogasi kan, dia akan bohong untuk menutupi kesalahan dia. Malah membuat masalah baru lagi,” sebut Najelaa. (*)

Selanjutnya