TRIBUNJUALBELI.COM - PT Pertamina (Persero) akhirnya resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax menjadi Rp 12.500 per liter dari sebelumnya Rp 9.000 per liter.
Kenaikan tersebut berlaku untuk daerah dengan besaran pajak bahan bakan kendaraan bermotor/PBBKB 5 persen.
Kenaikan harga Pertamax yang merupakan jenis BBM Non Subsidi Pertamina dengan spesifikasi RON 92 tersebut berlaku mulai 1 April 2022 sejak pukul 00.00 waktu setempat.
Dalam keterangan resminya, PT Pertamina Patra Niaga menjelaskan kenaikan banderol Pertamax dikarenakan krisis geopolitik yang membuat harga minyak dunia melambung di atas 100 Dollar Amerika Serikat per barel.
Nah, bagi pemilik mobil yang menggunakan pertamax mungkin ini akan jadi kegundahan bagi dirinya karena harganya semakin mahal.
Tapi jika ingin menurunkan RON akan berakibat fatal terhadap mesin mobil.
Misalkan karena harga Pertamax mahal ingin menurunkan memakai pertalite.
Pengamat otomotif yang juga Founder and Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, sudah saatnya Indonesia untuk benar-benar serius dalam mendorong penggunaan BBM RON tinggi.
Pasalnya, BBM Ron rendah akan merusak lingkungan, menambah polusi, juga buruk bagi mesin kendaraan.
"Sepatutnya kita sudah concern dengan masalah emisi gas buang pada octan dan cetane rendah," kata Jusri dalam keterangannya.
Jusri mengatakan, bila kendaraan beralih ke BBM jenis oktan tinggi ini, secara otomatis komponen kendaraan akan berumur panjang.
Kemudian, dari sisi tenaga atau power kendaraan lebih terjaga.
Manfaat lain, jarak tempuh jadi kian jauh karena pembakaran mesin kendaraan lebih sempurna.
“Sudah saatnya masyarakat menggunakan BBM RON tinggi karena memiliki banyak kelebihan, mesin awet, tenaga kendaraan terjaga,” ujar Jusri.
Dia meyakini, dengan edukasi bagus yang dijalankan pemerintah, maka secara perlahan publik akan menyadari dampak positif menggunakan BBM RON tinggi.
Adapun untuk kendaraan angkutan, ia yakin pemerintah akan memiliki kebijakan yang tepat.
Bahkan, ia menyarankan agar pemerintah juga tak ragu, untuk mulai sepenuhnya menyalurkan BBM RON tinggi.
"Pemerintah sebenarnya hanya perlu melakukan stop produk BBM octan dan cetane rendah," kata dia.
Meski begitu, dia menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan betul dengan peralihan octan rendah ke octan tinggi.
Salah satunya dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat.
Bagi Jusri, sejatinya kebijakan memindahkan konsumsi BBM RON tinggi juga cukup mudah asal semua pihak bahu membahu melakukan kampanye positif dengan cara yang lebih mudah dimengerti oleh masyarakat.
"Itu adalah simply policy. Namun dalam hal ini tentunya ada faktor-faktor lain harus menjadi pertimbangan pemerintah sebelum policy tersebut dapat dirilis. Edukasi pre-launching ke masyarakat harus seimbang, gencar, melibatkan seluruh komponen," katanya.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Febby Tumiwa mengatakan, dalam mengurangi penggunaan BBM jenis premium Pemerintah harus membatasi kuotanya.
Atau sediakan bahan bakar dengan kualitas yang lebih baik dengan harga yang lebih murah.
Misalnya RON 92 seharga RON 88 atau RON 90.
Pemerintah, kata Mamit, bisa membuat standar bahan bakar yang lebih baik dan segera menerapkannya, misalnya Euro IV, demikian juga membuat kebijakan fuel economy untuk kendaraan bermotor yang progresif.
Selain berdampak negatif bagi mesin kendaraan bermotor, BBM RON rendah juga berakibat buruk terhadap lingkungan hidup dan kesehatan.
Karena pembakaran tidak sempurna, maka BBM RON rendah akan menghasilkan emisi sangat tinggi.
Selain itu, juga akan menghasilkan karbon monoksida dan nitrogen dioksida yang juga tinggi.
Penggunaan BBM berkualitas akan mendorong penurunan emisi dan memperbaiki kualitas udara.
Bahan bakar berkualitas juga membuat sistem pembakaran mesin (engine combustion) lebih sempurna sehingga lebih irit BBM, mesin awet & mempermudah perawatan kendaraan.
Kata Mamit, beban negara untuk BBM berkurang karena dana kompensasi dialihkan ke sektor/pos lain yang lebih membutuhkan sehingga menjadi lebih tepat sasaran. (*)
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!